Manusia di
dunia mempunyai fitrah ingin mencari Tuhan, ingin mencari Dzat Yang Menjaganya,
Yang Menguasai, yang menjadi tempat mengadukan segala permohonan. Kemudian ketika
tidak menemukanNya mereka akan menyembah hal-hal yang mereka anggap mempunyai
kekuatan yang dapat menolong mereka sehingga banyak berhala-berhala dan
benda-benda lain mereka sembah. Itu semua untuk memuaskan batin dan menenangkan
jiwa mereka. Bahkan seorang atheis pun pada dasarnya yang mereka yakini bahwa
Tuhan itu tidak ada adalah sebuah ketidakpuasan karena tidak menemukan sesuatu
yang mereka anggap dapat menjadi pemuas batin untuk disembah. Allah berfirman :
ليس البر أن
تولوا وجوهكم قبل المشرق والمغرب ولكن البر من آمن بالله واليوم الآخر والملائكة
والكتاب والنبيين ….(البقرة: 177).
“Tidaklah
ketentraman jika kalian (hanya ikut-ikutan) menoleh ke timur dan barat tapi
sebuah ketentraman adalah ketika kau beriman akan Allah, hari akhir,
malikat-malaikat, kitab dan para Nabi…”
Sebuah keimanan
adalah harga mahal yang tidak akan terbayar karena adalah sebuah anugerah yang
bersifat ilahi, yang tidak dapat diusahakan oleh manusia. Sebuah keimanan
adalah petunjuk langsung dari Allah. Iman hadir dalam hati manusia yang mana
hati ini dikuasai oleh Allah. Terserah kepada Allah siapa yang hendak Ia beri
petunjukkan dan siapa yang akan tersesat. Usaha manusia hanyalah mengingatkan
dan memberi nasehat.
Menjadi seorang mukmin adalah nikmat terbesar
dari Allah. Hati akan menjadi tenang jika telah menemukan satu Tuhan Yang Maha
Esa dan mengetahui sesungguhnya kebenaran sesuatu yang kita yakini.Disadari ataupun tidak kita merasakan
nikmatnya menjadi seorang mukmin. Ketika dalam melaksanakan ibadah baik yang
berhubungan dengan Tuhan ataupun yang berhubungan dengan manusia kita membawa
pengaruh keimanan kita untuk melaksanakan ibadah tersebut. Semua dilandasi rasa
percaya kita akan Allah dan itu adalah salah satu dari nikmat Iman.
A.
Pengertian Iman
Mendefinisikan
iman dari segi bahasa, menurut banyak kamus bahasa Arab iman berarti kepercayaan.
Sedangkan secara istilah, Iman ialah kepercayaan yang teguh yang disertai dengan
ketundukan dan penyerahan jiwa. Tanda-tanda adanya iman ialah mengerjakan apa
yang dikehendaki oleh iman itu.
Sesunguhnya antara
Iman dan Islam maknanya saling berhubungan[1]
diibaratkan koin mempunyai dua sisi berbeda namun tetap satu. Dikatakan
demikian karena orang ber-Islam juga karena adanya iman, dan orang yang beriman
haruslah melaksanakan rukun Islam sebagai bukti keimanannya. Sehingga antara
iman dan Islam harus seimbang.
Banyak hadits-hadits
yang menjelaskan pendefinisaian Nabi tentang iman ketika ditanya oleh Jibril.
Namun yang muncul dari jawaban Nabi terjadi perbedaan, suatu ketika ditanya,
Nabi menjawab seperti ini dan saat lain Nabi menjawab yang lain sehingga tidak
ada pendefinisain yang spesifik namun hanyalah standarisasi rukun iman.
Hanya saja dari
banyak hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa iman yang sesungguhnya adalah sebuah kepercayaan akan adanya Allah
dengan segala sifat-sifat-Nya karena mengimani akan Allah dengan adaNya dengan
sifat-sifatNya cukup rasanya mewakili keimanan kita terhadap yang lain seperti yang
disebutkan Nabi seperti; iman terhadap Nabi-nabi, malaikat, kitab-kitab, hari
akhir, qadha’ dan qadar, mengimani hari ba’ts, liqo’allah, dan lainnya yang mana semua itu merupakan
cabang dari iman. Sehingga jika standarisasi dilakukan dari banyak cabang iman
tersebut adalah seperti yang telah kita hafal
امن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم
الاخروالقضاءبالقدرخيره وشره
Iman adalah
mengimani Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, utusan-utusanNya, hari
akhir, dan mengimani qadha’ dan qadar baik buruknya.
B.
Anugerah Iman
Dalam al-Quran
Allah berfiman :
قُلْ يَا
أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءكُمُ الْحَقُّ مِن رَّبِّكُمْ فَمَنِ اهْتَدَى
فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ وَمَن ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَمَا
أَنَاْ عَلَيْكُم بِوَكِيلٍ) (يونس :108)
“Katakanlah hai
Muhammad : wahai manusia, telah datang al-haqq dari Tuhanmu barangsiapa yang
mengikutinya sebagai petunjuk maka dia menunjukkan jalannya sendiri dan
barangsiapa tersesat maka aku tidaklah yang bertanggungjawab”
Ayat ini
menunjukkan bahwa keimanan adalah suatu anugerah yang di berikan Allah yang tidak
dapat dipaksakan oleh manusia, bahkan Nabi pun tidak hendak menjadi
penanggungjawab atas keimanan karena yang menguasai hati adalah Allah.
وَلَوْ شَاء اللّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً
وَاحِدَةً وَلكِن يُضِلُّ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي مَن يَشَاءُ…َ (النحل : 93 )
“jika Allah
ingin pastilah kalian sudah dijadikan satu umat tapi Allah menyesatkan orang
yang diinginkanNya dan memberi petuntuk orang yang Ia inginkan…” (an-Nahl
: 93)
Satu ayat yang
menunjukkan bahwa keimanan seseorang adalah memang sebuah anugerah Allah yang
tidak semua manusia diberi anugerah ini. Tidak dapat kita bayangkan menjadi
orang kafir yang diancam dengan neraka. Mengingat itu kita harus menjaga iman
kita.
C.
Nikmat Beriman
Keinginan hati mencari
Yang Menguasai, Yang Mengatur alam ini adalah sebuah fitrah. Ketika menemukan
sesuatu yang diyakininya sebagai Penguasa maka dia akan menjadi tenang dan
tentram. Keyakinan manusia adalah hal yang tak dapat dipaksakan, dan ketika
kita sebagai mukmin merasakan bagaimana nikmatnya meyakini Allah kita akan
merasakan betapa beruntungnya kita.
Selama manusia
belum menemukan sesuatu yang diyakininya sebagai Sang Penguasa maka dia tidak
akan pernah merasakan ketenangan layaknya Nabi Ibrahim dalam kisahnya mencari
Tuhan.
وكذالك نرى ابراهيم ملكوت السموات والارض وليكون من
الموقنينن0 فلما جن عليه الليل رأى كوكبا قال هذا ربى فلما افل قال لا احب الافلين0
فلما رأي القمر بازغا قال هذا ربى فلما افل قال لئن لم يهدنى ربى لأكونن من القوم
الضالين0 فلما رأى الشمس بازغة قال هذا ربى هذا اكبر فلما افلت قال يا قوم انى
بريء مما تشركون0 إنى وجهت وجهى للذى فطر
السموات والارض حنيفا وما انا من المشركين0(الأنعام : 75-79)
Dan Demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim
tanda-tanda keagungan (kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (kami
memperlihatkannya) agar Dia Termasuk orang yang yakin. Ketika
malam telah gelap, Dia melihat sebuah bintang (lalu) Dia berkata: "Inilah
Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam Dia berkata: "Saya tidak
suka kepada yang tenggelam”. kemudian tatkala Dia melihat bulan terbit Dia
berkata: "Inilah Tuhanku". tetapi setelah bulan itu terbenam, Dia
berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaKu,
pastilah aku termasuk orang yang sesat." Kemudian tatkala ia melihat
matahari terbit, Dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar".
Maka tatkala matahari itu terbenam, Dia berkata: "Hai kaumku, Sesungguhnya
aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku
menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan
cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah Termasuk orang-orang yang
mempersekutukan tuhan. (al-An’am
: 75-79)
Kisah Nabi Ibrahim di atas menunjukkan bahwasannya
ketenangan jiwa akan didapat jika seorang manusia telah menmukan Tuhannya dan
menyadari bahwa Dialah yang layak disembah dari selainNya. Maka sungguh nikmat
menjadi orang yang dapat beriman.
D.
Nikmatya Menjadi Mukmin
Jika kita melihat kehidupan seorang mukmin yang sering kita jumpai adalah
kenampakan aktivitas kerohanian yang biasanya dilakukan dengan rutin dan
istiqomah. Menjadi mukmin takkan lepas dari ibadah-ibadah sebagai kebaktian
kita terhadap yang kita imani seperti shalat, zakat, puasa, haji.
اللذين امنوا ولم يلبسوا ايمانهم بظلم
اولئك لهم الامن وهم مهتدون( الانعام : 68)
“Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah
orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang,
mendapat petunjuk.” (al-An’am: 82)[2]
Ayat ini memberi kabar gembira
kepada orang-orang yang beriman yang mengesakan Allah. Orang-orang yang tidak
mencampur-adukkan antara keimanan dengan syirik serta menjauhi segala perbuatan
syirik. Sungguh mereka akan mendapatkan keamanan yang sempurna dari siksa Allah
di akhirat. Mereka itulah yang mendapatkan petunjuk di dunia. Bayangkan jika
kita harus hidup dan menjadi kafir_na’udzubillah min dzalik_mendapat ancaman
Allah dan hidup yang kurang dengan nilai-nilai rohaniyah. Sungguh indah iman
kita dan sungguh nikmat Islam kita dengan ajaran-ajarannya.
قلنااهبطوا منها جميعا فاما يأتينكم مني هدى فمن تبع هداى
فلا خوف عليهم ولاهم يحزنون (البقرة : 38)
“ Kami
berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga itu! kemudian jika datang
petunjuk-Ku kepadamu, Maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya
tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih
hati". (al-Baqarah : 38)
Janji-janiji Allah
kepada orang-orang yang beriman telah banyak disebut dalam firmanNya dan yang
menjadi inti adalah bahwa orang-orang yeng beriman akan di berikan ganjaran
berupa surga yang menjadi dambaan manusia.
E.
Menjadi Mukmin yang Berkualitas
Seperti dalam sebuah hadits :
عن أنس، عن
النبي صلى الله عليه وسلم قال: (ثلاث من كن فيه وجد حلاوة الإيمان: أن يكون الله
ورسوله أحب إليه مما سواهما، وأن يحب المرء لا يحبه إلا لله، وأن يكره أن يعود في
الكفر كما يكره أن يقذف في النار)
Seorang mukmin
akan merasakan manisnya iman jika menetapi tiga hal : jika mencintai Allah dan RosulNya lebih
dari cinta kepada sesuatu selain keduanya, mencintai seseorang karena Allah,
benci ketika harus kembali kedalam
kekufuran seperti benci jika dimasukkan kedalam neraka. Konsep ini
merupakan puncak keimanan dimana seorang mukmin akan menemukan manisnya beriman.
Seseorang akan merasakan manisnya iman bermula
manakala di dalam hatinya terdapat rasa cinta yang mendalam kepada Allah dan
Rasul-Nya, manisnya akan semakin dirasakan bila seseorang berusaha untuk
senantiasa menyempurnakan cintanya kepada Allah, memperbanyak cabang-cabangnya
(amalan yang dicintai Allah swt.) dan menangkis hal-hal yang bertentangan
dengan kecintaan Allah swt.
Apa buktinya bila seseorang telah merasakan manisnya
Iman?
Buktinya, ia akan selalu mengutamakan kecintaanya
kepada Allah daripada mementingkan kesenangan dan kemegahan dunia, seperti
bersenang-senang dengan keluarga, lebih senang tinggal di rumah ketimbang
merespon seruan dakwah dan asyik dengan bisnisnya tanpa ada kontribusi
sedikitpun terhadap kegiatan jihad di jalan Allah swt. Sebagaimana firman Allah
dalam surat At-Taubah : 24
“Katakanlah: “Jika bapa-bapak, anak-anak ,
saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan,
perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai,
adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di
jalan-Nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan-Nya. dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”
Memprioritaskan kecintaan kepada Allah akan
melahirkan perasaan ridha. Bila seseorang senantiasa mengutamakan kecintaan
kepada Allah, Rasul dan jihad di jalan-Nya, daripada kepentingan dirinya
sendiri, maka akan lahirlah sikap ridha terhadap Allah sebagai Rabbnya, Islam
sebagai din-nya dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasulnya. Keridhaannya itu
dibuktikan dengan selalu menghadiri halaqahnya, terlibat dengan kegiatan dakwah
di lingkungannya dan menginfakkan sebagian harta dan waktunya untuk
kemaslahatan tegaknya agama Allah swt.
Apa yang dirasakan oleh seseorang bila ia telah
ridha terhadap Allah, agama dan Rasulnya?
Pertama, Ia akan merasakan “Istildzadz at-Thaa’ah”,
lezatnya ketaatan kepada Allah swt., baik dalam shalatnya, tilawah Qur’annya,
pakaian dan pergaulan islaminya, perkumpulannya dengan orang-orang shaleh dan
keterlibatannya dalam barisan dakwah
Kedua, Ia juga akan merasakan “Istildzadz
al-masyaqat”, lezatnya menghadapi berbagai kesulitan dan kesusahan dalam
berdakwah. Kelelahan, keletihan, dan hal-hal yang menyakiti perasaannya akibat
celaan orang karena menjalankan syariat Islam, atau bahkan mencederai fisiknya,
semua itu semakin membuatnya nikmat dalam berdakwah. Semua inilah yang akan
senantiasa melahirkan manisnya Iman.
Abu Ayub Ayub Al-Anshary, ketika mendengar seruan
jihad, Dalam surat At-Taubah : 41
انْفِرُوا
خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ
كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa
ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan
Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui.”
Abu Ayub berseru kepada anak-anaknya, “Jahhizuuny!
Jahhizuuny!” siapkan peralatan perangku!. Anak-anaknya membujuk agar
bapaknya tidak perlu berangkat untuk berjihad, karena usianya sudah udzur,
cukup di wakilkan saja oleh anak-anaknya. Abu Ayyub menolak bujukan
anak-anaknya seraya berkata : “ketahuilah wahai anak-anakku, yang dimaksud ayat
tersebut adalah خِفَافًالَكُمْ وَثِقَالاً لٍي , ringan bagi kalian berat bagiku, beliaupun
tetap berangkat dan menemukan syahidnya dalam perjalanan jihad tersebut. (lihat
Tafsir Ibnu Katsir)
Sedangkan Lezatnya kesulitan (Istildzadz
al-masyaqqah) dalam dakwah dirasakan oleh Rasulullah saw., ketika beliau
menghadapi ketidaksukaan orang-orang kafir terhadap ajaran Islam, sebagaimana
yang ditunjukan oleh masyarakat Thaif ketika Rasulullah saw. hijrah ke sana,
yaitu pada saat Nabi menyampaikan dakwahnya, mengajak mereka untuk menerima
ajaran Islam, tetapi tidak ada sedikitpun sambutan baik dari para tokoh mereka,
bahkan dengan nada yang sangat melecehkan dan menyakitkan, mereka menanggapi
dakwah Nabi seraya berkata,
“Coba kau robek kiswah ka’bah jika engkau
memang benar-benar utusan Allah.” Yang lainnya pun turut berkomentar,“Apa tidak ada lagi orang yang
lebih pantas diutus oleh Allah selain engkau?”
Dengan penuh kesabaran dan ketabahan Rasulullah
saw. menerima kenyataan pahit tersebut, beliau tetap berlapang dada dan tidak
mempermasalahkan tentang penolakan dan penentangan mereka. Oleh karena itu
ketika malaikat penjaga gunung Alaihissalaam menawarkan kepada Nabi,
bila beliau setuju ia akan mengangkat dua buah bukit yang ada di Thaif lalu
ditimpakan kepada mereka, dengan penuh kelembutan dan kasih sayang Rasulullah
saw. menanggapinya seraya berkata,
بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ أَصْلَابِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
“Tetapi aku berharap semoga Allah mengeluarkan
dari tulang rusuk mereka kelak orang-orang (generasi) yang beribadah kepada
Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun.”
Syaikh Abu Muhammad bin Abi Jamroh mengibaratkan
manisnya iman dengan sebuah pohon, sebagaimana firman Allah :
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ
اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah
telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya
teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.” (Ibrahim : 24)
Yang dimaksud kalimat dalam ayat tersebut adalah
kalimatul ikhlas لا اله الا الله, batang pohonnya adalah pangkal iman,
cabang dan rantingnya adalah menjalankan perintah Allah dan menjauhi
larangan-Nya, dedaunannya adalah kepedulian terhadap kebajikan, buahnya adalah
amal ketaatan, rasa manisnya adalah ketika memetiknya, dan puncak manisnya
adalah ketika matangnya sempurna saat dipetik, disitulah sangat terasa manisnya.
عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلاَوَةَ
الإِيْمَانِ: مَنْ كَانَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ
أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ
يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ
اللَّهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ).رواه البخاري ومسلم وهذا لفظ مسلم).
Dari Anas ra, dari Nabi saw. bersabda, “Tiga perkara jika kalian
memilikinya, maka akan didapati manisnya iman. (Pertama) orang yang menjadikan
Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya. (Kedua) agar mencintai
seseorang semata-mata karena Allah swt. (Ketiga), tidak senang kembali kapada
kekufuran setelah diselamatkan oleh Allah swt, sebagaimana ketidak-senangannya
dilempar ke dalam api neraka.” (HR Bukhar Muslim dengan redaksi Muslim)
عَنْ الْعَبَّاسِ بْنِ
عَبْدِ الْمُطَّلِبِ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ:ذَاقَ طَعْمَ الإِيْمَانِ مَنْ رَضِيَ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالإِسْلاَمِ دِينًا
وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولاً (رواه مسلم(
Dari Al-Abbas bin Abdil Muttalib, bahwasanya ia mendengar Rasulallah saw.
bersabda, “Telah merasakan lezatnya iman seseorang yang ridha Allah sebagai
Rabbnya, Islam sebagai dinnya dan Muhammad sebagai Rasulnya.” (HR. Muslim)
Hadits ini sangat agung maknanya, termasuk
dasar-dasar Islam, berkata para ulama, “Arti dari manisnya iman adalah merasakan
lezatnya ketaatan dan memiliki daya tahan menghadapi rintangan dalam menggapai
ridha Allah dan Rasul-Nya, lebih mengutamakan ridha-Nya dari pada kesenangan dunia,
dan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya dengan menjalankan perintahnya dan
menjauhi larangan-Nya.
Dalam hadits tersebut Rasulullah saw. menjelaskan
bahwa tiga perkara bila kalian berada di dalamnya maka akan didapati manisnya
iman, karena sarat mendapatkan manisnya sesuatu adalah dengan mencintainya,
maka barang siapa yang mencintai sesuatu dan bergelora cintanya, maka ketika
berhasil mendapatkannya, ia akan merasakan manis, lezat dan kegembiraannya.
Karena itu seorang mukmin yang telah mendapatkan manisnya iman yang mangandung
unsur kelezatan dan kesenangan akan diiringi dengan kesempurnaan cinta seorang
hamba kepada Allah swt. Dan kesempurnan itu dapat diwujudkan dengan tiga hal.
Pertama : menyempurnakan cinta kepada Allah yaitu
dengan menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari yang lainnya, karena
cinta kepada Allah tidak cukup hanya sekedarnya, tetapi harus melebihi dari
yang lain-Nya
Kedua : menjadikan cinta kepada Allah menjadi
pangkal dari cabang cinta kepada yang lain, yaitu mencintai orang lain
semata-mata karena dan untuk Allah swt., sehingga dalam mencintai ia tetap
mengikuti prosedur dan mekanisme cinta yang telah ditetapkan oleh Allah dalam
Al-Qur’an dan Sunnah, misalnya tidak berkhalwat, menyegerakan akad nikah dan
menghindari perbuatan yang mendekati pada perzinahan. (tidak pacaran) (QS. 24 :
30-31, 33 : 59)
Menolak segala hal yang bertentangan dengan cinta-Nya, yaitu tidak menyukai
hal-hal yang bertentangan dengan keimanan melebihi ketidaksukaannya bila
dirinya dilemparkan ke dalam api neraka.
عَنْ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ
قاَلَ : ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلاَوَةَ اْلِايْمَانِ :اَلاْنِفْاَقُ مِنَ اُلاِقْتَارِ ، وَإِنْصَافُ
النَّاسِ
مِنْ نَفْسِكَ ، وَبذْلُ
السَّلاَمِ لِلْعَالَمِ (رواه عبد الرزاق) علقه البخاري في كتاب الايمان
Amar bin Yasir berkata, “Ada tiga hal yang
barangsiapa berada di dalamnya ia merasakan manisnya keimanan, berinfak dari
kekikiran, bersikap adil terhadap manusia dari dirinya, dan mengupayakan
keselamatan (salam) bagi alam.” (Diriwayatkan Abdurazzaq, Bukhari
mencantumkannya di kitab Al-Iman).
Hadits yang dibawakan oleh Amar bin Yasir ra.
tersebut di atas, juga menjelaskan tentang tiga hal yang dapat mendatangkan
manisnya iman
Pertama : berinfak secukupnya, tidak berlebihan
sehingga menzalimi hak-hak yang lainnya, tapi juga tidak kikir dengan hartanya
Kedua : bersikap objektif, tidak menghalanginya
untuk berbuat baik dan adil kepada manusia, walaupun ada kaitannya dengan
kepentingan diri sendiri, misalnya walaupun disakiti dan dizalimi oleh
seseorang, tetapi tidaka menghalanginya untuk memaafkannya dan tetap berbuat
baik kepadanya
Ketiga : Menebarkan kesejahteraan kepada seluruh
alam semesta, memperjuangkan sesuatu demi kebaikan manusia dan seluruh makhluk
lainnya, seperti dengan melakukan kegiatan amal siasi maupun amal khidam
ijtima’i (kegiatan sosial)
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ
قَالَ : ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ يَجِدْ بِهِنَّ حَلاَوَةَ اْلاِيْمَانِ : تَرْكُ اْلمِرَاءِ فيِ الْحَقِّ ، وَاْلكِذْبُ فِي
اْلمُزَاحَةِ ، وَيَعْلَمُ
أَنَّ مَا أَصَابَهُ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَهُ ، وَأَنَّ مَا أَخْطَأَهُ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيْبَهُ. (رواه عبد الرزاق(
Ibnu Mas’ud juga berkata, “Ada tiga hal yang
barangsiapa berada di dalamnya akan merasakan manisnya iman, menghindari
perdebatan dalam hal kebenaran, tidak berdusta dalam bercanda, dan menyadari
bahwa apa yang akan menimpanya bukan karena kesalahannya dan apa kesalahannya
tidak menyebabkan ia tertimpa (musibah).” (Diriwayatkan Abdurrazzaq).
عن أنس مرفوعا: “لاَ يَجِدُ
عَبْدٌ حَلاَوَةَ الإِيْمَانِ حَتىَّ يَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَهُ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَهُ ، وَأَنَّ مَا أَخْطَأَهُ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيْبَهُ … ” الحديث . أخرجه ابن أبي عاصم ( 247
) بإسناد حسن عنه. (الألباني – السلسلةالصحيحة(
Dari Anas secara marfu’ mengatakan, “Tidaklah
seorang hamba merasakan manisnya keimanan sehingga dia menyadari bahwa apa yang
akan menimpanya bukan karena kesalahannya dan apa kesalahannya tidak
menyebabkan ia tertimpa (musibah).” Hadits tersebut dikeluarkan Ibnu Abi Ashim,
hadits sahih dengan sanad yang baik, termaktub dalam silisilah hadits sahih
karya Imam Albani.
)قُلْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ
يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ) * وَالْغَضُّ عَنِ الْمَحَارِمِ يُوْجِبُ حَلاَوَةَ الإِيْمَانِ، وَمَنْ تَرَكَ شَيْئًا لِلّهِ عَوَّضَهُ اللهُ خَيْرًا مِنْهُ، وَمَنْ أَطْلَقَ لَحَظَاتِهِ دَامَتْ حَسَرَاتُهُ. (فيض القدير 1/677
“Katakanlah kepada mukmin laki-laki agar menahan
pandangan mereka…” (An-Nur: 30). Yaitu menahan dari apa yang diharamkan Allah
swt. pasti akan mendatangkan manisnya iman, dan barangsiapa yang meninggalkan
sesuatu karena Allah, maka Allah akan menggantikannya dengan yang lebih baik
darinya, dan barangsiapa yang membebaskannya walau hanya sekejap maka akan
abadi penyesalannya”
عَنْ مُعَاذِ بن جَبَلٍ
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:”لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا مِنْ حَقِّهِ
عَلَيْهَا، وَلاَ تَجِدُ امْرَأَةٌ
حَلاَوَةَ الإِيْمَانِ حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا، وَلَوْ سَأَلَهَا نَفْسَهَا عَلَى قَتَبٍ.” (المعجم الكبير
للطبراني(
Dari Muadz bin Jabal berkata : Rasulullah SAW
bersabda : “Seandainya aku memerintahkan seseorang bersujud kepada yang
lainnya, maka akan aku perintahkan isteri sujud kepada suaminya, karena hak-hak
suami atasnya, dan tidaklah seorang wanita mendapatkan manisnya iman sehingga Ia
menunaikan hak suaminya, walaupun suaminya memintanya, sedang Ia sedang berada
di atas sekedupnya.
قاَلَ اِبْنُ رَجَبْ فِي (فَتْحِ الْبَارِي: 1/27): فَإِذَا وَجَدَ اْلقَلْبُ حَلاَوَةَ اْلإِيْمَانِ أَحَسَّ بِمَرَارَةِ
اْلكُفْرِ وَاْلفُسُوْقِ وَاْلعِصْيَانِ
وَلِهَذَا قَالَ يُوْسُفُ عَلَيْهِ السَّلاَم ُ: {رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ}
[يوسف[
Ibnu Rajab berkata dalam kitab Fathul Bari 1/27 :
“Maka apabila sebilah hati telah mendapatkan manisnya iman, maka ia akan
sensitif merasakan pahitnya kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan, karena itulah
Nabi Yusuf AS berkata : “Ya Rabb! Penjari lebih aku sukai daripada apa yang
mereka serukan kepadaku” (QS. Yusuf : 33)
[1] قال: (أتدرون ما الإيمان بالله وحده).
قالوا: الله ورسوله أعلم، قال: (شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله،
وإقام الصلاة، وإيتاء الزكاة، وصيام رمضان، وأن تعطوا من المغنم الخمس)
Dalam hadits ini iman dan Islam seakan
bercampur karena yang di tanyakan Nabi adalah tentang iman namun yang disebutkan
seperti sebagai yang kita kenal adalah rukun Islam; syahadat, shalat,zakat,
puasa Ramadhan, namun tidak disebutkan hajji melainkan memberi alghonam el
khams..
[2] Abdullah bin Mas’ud
meriwayatkan, “Ketika ayat ini turun, para sahabat merasa sedih dan berat.
Mereka berkata siapa di antara kita yang tidak berlaku dzalim kepada diri
sendiri lalu Rasul menjawab:
لَيْسَ
ذَلِكَ، إِنَّمَا هُوَ الشِّرْكُ، أَلَمْ تَسْمَعُوْا قَوْلَ لُقْمَانَ لاِبْنِهِ:
{يَا بُنَيَّ لاَ تُشْرِكْ بِاللهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ}. (متفق
عليه)
“Yang dimaksud bukan (kedzaliman) itu, tetapi syirik. Tidak-kah kalian
mendengar nasihat Luqman kepada puteranya, ‘Wahai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah benar-benar suatu
kedzaliman yang besar.” (Luqman: 13) (Muttafaqun alaih).
Assalamu'alaikum mas maghfur amin... Kitab ini bagus untuk wushul ilallah... Bolehkah saya minta bantuan smpean mas? Dimana saya bisa mendapatkan nya mas? Karena kitab ini langka... Saya benar2 serius mncari kitab ini... Karena ini wasiat ayah saya... Dulu ayah punya 1... Dan kini kita nya sudah mulai usang...
BalasHapusSilakan datang ke Pon Pes Miftahul Ulum Wonokerto
BalasHapusAlamat: Jl. KH. Asyrof RT. 02 RW. 01Wonokerto-Dukun-Gresik-Jawa Timur